Searching...
Rabu, 09 April 2014

Tafsir Impian

Sky of trees --Asuwayama, Fukui

           
 For me, interpreting dream is like receive a gift. Regardless of its content, we would really happy when the pack is given. However, which used is only its content. We could treat it arbitrarily, being useful or not. (Isratul Izzah).
            Bagi sebagian orang, meraih mimpi mungkin hal yang tergolong sulit. Terlebih jika bertajuk ‘cita-cita setinggi langit’. Memikirnya saja terkadang membuat resah dan pesimis. Bukankah memang seharusnya cita-cita harus tinggi? Walaupun terkadang merasa kemampuan diri kurang, lantas menyerah? Tidakkah kau sadar bahwa keyakinan dan optimisme adalah tonggak impian?
            Tapi bukan itu yang ingin saya bahas kali ini. Ada begitu banyak pembahasan menggebu-gebu tentang memanifestasikan impian. Ini tentang isi kado yang kita terima. Ini perihal menjadikan impian tak hanya seperti mimpi yang kerap mengisi saat pulas lalu menghilang dari memori begitu saja saat terbangun. Impian itu berwujud bungkusan kado sedangkan isi kado menggambarkan hal-hal yang datang bersamanya. Mendayagunakannya bahkan lebih sulit dari mencapai impian itu sendiri. Kemana akan diarahkan?
            Sebagai contoh, impian menjadi seorang dokter. Tentu saja sulit saat harus menghafal dan mempelajari berpuluh-puluh buku kedokteran. Tapi saat profesi dokter  berhasil didapatkan, justru tanggung jawab yang dipikul semakin besar setelahnya.  Jika mungkin salah satu dari sekian banyak impian tiap orang adalah studi di negara lain, maka kebanyakan mengeluh akan syarat-syaratnya kelulusannya yang rumit. Jika saja ia berhasil, justru tantangan yang ia hadapi akan semakin berat. Ada tanggung jawab yang harus dipikul.

     Allah tidak akan meminta pertanggungjawabanmu atas
     sumpah-sumpah yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia
     akan meminta pertanggungjawabanmu terhadap apa yang
     disengaja oleh hatimu...(Al-Baqarah(2):225)..

Tak perlu jauh-jauh, contohnya itu adalah saya sendiri. Sejak salah satu impian besar yaitu studi di Jepang terwujud, saya merasa tantangan yang dihadapi malah semakin banyak. Kalau di negeri sendiri, urusan ibadah tak perlu ribet. Nah sekarang, urusan ibadah jadi lebih tak leluasa. Khususnya saat saya berada di luar asrama atau kampus, perihal wudhu dan shalat jadi hal yang perlu dipikir matang-matang. Kalau tempat shalat alhamdulillah saya sudah temukan tempat yang lumayan aman di kampus, hanya saja terkadang suasana lalu lalang orang membuat tak khusyuk. Lebih lagi saat wudhu, saya harus selalu waspada saat mencuci kaki saya di westafel. Kalau berada di tempat selain kampus dan asrama, saya harus mencari arah kiblat terlebih dahulu lalu menunaikan shalat walaupun di tempat  yang biasa dilewati orang. Jika saja saya menyerah, malas, serta meninggalkan tuntutan Islam hanya karena keterbatasan-keterbatan itu, maka kualitas impian saya patut dipertanyakan.
Tak hanya dari sisi ibadah, sikap pun seharusnya bertransformasi ke arah yang lebih baik. Kalau dulunya saya tidak disiplin dan suka menyia-nyiakan waktu, maka saat mengarungi impian ini seyogyanyalah saya kembali memenej waktu saya kembali. Jika dasarnya saya orang yang menutup diri, sudah sepatutnya saya membuka diri dan bergaul baik dengan orang-orang asing yang sekarang bertebaran di sekeliling saya. Walaupun dengan bahasa Inggris pas-pasan sehingga tak percaya diri, lantas tak menyurutkan langkah saya untuk terus meningkatkan kemampuan diri.
Berat bukan? Bahkan lebih berat daripada meraih impian itu sendiri, kawan. Tapi begitulah alur  melakoni impian yang telah berhasil diraih. Jika tak sanggup taklukkan maka selamanya kita hanya jadi manusia statis dan tak berkembang. Dan keinginan muluk yang kita sebut impian itu terlihat tak lebih dari sekedar ambisi, yang pencapaiannya itu hanya untuk nafsu dan eksistensi semata. Maka boleh dikatakan, segala yang bertujuan menjadikan diri lebih baik, itulah sebenar-benarnya impian.
 
*Nasihat untuk diri sendiri juga, pengingat di kala lupa
Fukui,Jepang--- 9 April 2014

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, kemudahan dan nikmatnya beribadah di negeri sndr baru kerasa skrg, di saat di negara org smw serba terbatas. Yah, namanya juga tantangan. Smg tetap di jalan lurus aja, aminnn :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. maacih kakak :)

      Hapus

 
Back to top!