Sky of trees --Asuwayama, Fukui |
For
me, interpreting dream is like receive a gift. Regardless of its content, we
would really happy when the pack is given. However, which used is only its
content. We could treat it arbitrarily, being useful or not. (Isratul Izzah).
Bagi
sebagian orang, meraih mimpi mungkin hal yang tergolong sulit. Terlebih jika
bertajuk ‘cita-cita setinggi langit’. Memikirnya saja terkadang membuat resah
dan pesimis. Bukankah memang seharusnya cita-cita harus tinggi? Walaupun
terkadang merasa kemampuan diri kurang, lantas menyerah? Tidakkah kau sadar
bahwa keyakinan dan optimisme adalah tonggak impian?
Tapi
bukan itu yang ingin saya bahas kali ini. Ada begitu banyak pembahasan
menggebu-gebu tentang memanifestasikan impian. Ini tentang isi kado yang kita
terima. Ini perihal menjadikan impian tak hanya seperti mimpi yang kerap
mengisi saat pulas lalu menghilang dari memori begitu saja saat terbangun.
Impian itu berwujud bungkusan kado sedangkan isi kado menggambarkan hal-hal
yang datang bersamanya. Mendayagunakannya bahkan lebih sulit dari mencapai impian
itu sendiri. Kemana akan diarahkan?
Sebagai
contoh, impian menjadi seorang dokter. Tentu saja sulit saat harus menghafal
dan mempelajari berpuluh-puluh buku kedokteran. Tapi saat profesi dokter berhasil didapatkan, justru tanggung jawab
yang dipikul semakin besar setelahnya.
Jika mungkin salah satu dari sekian banyak impian tiap orang adalah
studi di negara lain, maka kebanyakan mengeluh akan syarat-syaratnya kelulusannya
yang rumit. Jika saja ia berhasil, justru tantangan yang ia hadapi akan semakin
berat. Ada tanggung jawab yang harus dipikul.
Allah
tidak akan meminta pertanggungjawabanmu atas
sumpah-sumpah yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia
akan
meminta pertanggungjawabanmu terhadap apa yang
disengaja oleh hatimu...(Al-Baqarah(2):225)..
Tak
perlu jauh-jauh, contohnya itu adalah saya sendiri. Sejak salah satu impian
besar yaitu studi di Jepang terwujud, saya merasa tantangan yang dihadapi malah
semakin banyak. Kalau di negeri sendiri, urusan ibadah tak perlu ribet. Nah
sekarang, urusan ibadah jadi lebih tak leluasa. Khususnya saat saya berada di
luar asrama atau kampus, perihal wudhu dan shalat jadi hal yang perlu dipikir
matang-matang. Kalau tempat shalat alhamdulillah saya sudah temukan tempat yang
lumayan aman di kampus, hanya saja terkadang suasana lalu lalang orang membuat
tak khusyuk. Lebih lagi saat wudhu, saya harus selalu waspada saat mencuci kaki
saya di westafel. Kalau berada di tempat selain kampus dan asrama, saya harus
mencari arah kiblat terlebih dahulu lalu menunaikan shalat walaupun di
tempat yang biasa dilewati orang. Jika
saja saya menyerah, malas, serta meninggalkan tuntutan Islam hanya karena
keterbatasan-keterbatan itu, maka kualitas impian saya patut dipertanyakan.
Tak
hanya dari sisi ibadah, sikap pun seharusnya bertransformasi ke arah yang lebih
baik. Kalau dulunya saya tidak disiplin dan suka menyia-nyiakan waktu, maka
saat mengarungi impian ini seyogyanyalah saya kembali memenej waktu saya
kembali. Jika dasarnya saya orang yang menutup diri, sudah sepatutnya saya
membuka diri dan bergaul baik dengan orang-orang asing yang sekarang bertebaran
di sekeliling saya. Walaupun dengan bahasa Inggris pas-pasan sehingga tak
percaya diri, lantas tak menyurutkan langkah saya untuk terus meningkatkan
kemampuan diri.
Berat
bukan? Bahkan lebih berat daripada meraih impian itu sendiri, kawan. Tapi begitulah alur melakoni impian yang telah berhasil diraih. Jika tak sanggup taklukkan
maka selamanya kita hanya jadi manusia statis dan tak berkembang. Dan keinginan
muluk yang kita sebut impian itu terlihat tak lebih dari sekedar ambisi, yang
pencapaiannya itu hanya untuk nafsu dan eksistensi semata. Maka
boleh dikatakan, segala yang bertujuan menjadikan diri lebih baik, itulah
sebenar-benarnya impian.
*Nasihat untuk diri sendiri juga, pengingat di kala
lupa
Fukui,Jepang--- 9 April 2014
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusiya, kemudahan dan nikmatnya beribadah di negeri sndr baru kerasa skrg, di saat di negara org smw serba terbatas. Yah, namanya juga tantangan. Smg tetap di jalan lurus aja, aminnn :)
Hapus:)
BalasHapussemangaaat!!!!!
maacih kakak :)
Hapus