Beban tas yang kupikul
berat sekali. Ya ampun, mau lepas rasanya bahu ini. Ditambah lagi koper dan tas
jinjing jeans yang terbilang overload. Sesampai di KIX, kami mutar-mutar
mencari money exchanger. Uang yen yang kami bawa terlalu besar. Kami butuh koin
10 atau 100 yen untuk dapat menggunakan telepon umum. Mengontak Mr. Hayashi,
staf biro di Universitas Fukui bahwa kami sudah sampai di bandara. Walaupun
sempat kagok berhadapkan dengan mesin itu, akhirnya beberapa keping koin itu
berhasil kami dapatkan. Lalu beranjak ke telepon serta memasukkan koin. Koin
keluar. Tidak berhasil. Coba lagi, gagal lagi. Sampai ketiga kalinya kami
mencoba, seseorang berkebangsaan Jepang melongok kami dari jauh lalu
menghampiri kami.
“Indonesian?” ia
menyapa kami.
“O, haik.” Kami
menjawab hampir bersamaan.
mesin money exchanger |
Mengontak Mr. Hayashi |
“O, selamat datang di
Jepang” katanya ramah. Rupanya ia mahir berbahasa Indonesia. Ia bercerita ia
pernah tinggal di Indonesia selama setahun, tepatnya di Kalimantan. Ia adalah
mahasiswa S3 di salah satu Universitas di Osaka. Kali ini ia baru pulang dari
Inggris setelah mengadakan penelitian disana. Ia juga lumayan berbahasa
Inggris. Salut.
“Kami mencoba menelepon
pakai ini tapi tidak bisa. Bisa tolong bantu?” Pocut mencoba minta bantuan
darinya. Tanpa berusaha menyambung telepon umum, ia malah menawarkan kontak
melalui handphonenya.
“Pakai ini saja
ya”ucapnya dalam bahasa Indonesia dengan logat Jepang yang sangat kental. Kami
mengangguk senang. Ia pun mengetik nomor kontak Mr.Hayashi. Beberapa kali
ditelepon malah sibuk. Dan akhirnya tersambung juga. Setelah mengontak beliau,
kami pun melangsungkan prosedur selanjutnya. Kami berterima kasih pada pria
itu. Ia pun memperkenalkan diri sambil menyerahkan kartu nama. Kami juga ikut
memperkenalkan diri, serta memperjelas bahwa kami berasal dari Aceh. Ia
mengangguk-ngangguk, sepertinya ia tahu Aceh.
Terlihat sepertinya pertemuan
kami hanya sampai itu. Ternyata tidak. Pria yang memperkenalkan dirinya sebagai
Aki ini, bersedia menemani kami membeli tiket kereta api. Kami merasa sangat
terbantu, karena di stasiun itu kebanyakan ditulis dalam bahasa Jepang, juga
komunikasi tentunya. Kami harus beli 2 tiket, satu ke Osaka, satu lagi ke
Fukui. Sedangkan Aki-san, begitu kami memanggilnya, hanya perlu satu tiket ke
Osaka. Jadi kami akan satu perjalanan walau hanya sampai Osaka. Sambil menunggu
train jalur Osaka, kami menunggu sambil bercakap-cakap sejenak. Aki-san berbaik
hati membelikan kami minuman teh kuning tawar yang dibelinya dari drink machine.
Baik sekali dia. Kami semakin salut.
Perjalanan ke Osaka
akan menelan waktu sekitar 50 menit.
Saat densha (kereta api) berhenti dan pintunya terbuka, seseorang yang terlihat
masih awam di samping kami langsung beranjak masuk. Aki-san dengan sigap
menghambat orang itu dan menjelaskan sekaligus pada kami, bahwa jika pintu
densha terbuka, biarkan orang yang di dalam dulu keluar. Kami mengangguk
mengerti. Setelah beberapa orang keluar, kami bertiga pun masuk dan duduk di
dua pasang bangku yang saling berhadapan. Seorang petugas kereta api mengecek
tiket yang telah kami beli. Ia dengan ramahnya menyapa kami. Setelah itu
berdiri di tengah-tengah sambil mengucap salam dan menunduk hormat.
Di tengah perjalanan,
kami tidak bercakap terlalu banyak. Dari pertanyaan yang kuajukan pada Aki-san,
kudapati bahwa ia tinggal di apartemen di Osaka dan ia adalah mahasiswa jurusan
sastra. Kami juga menanyakan kota apa saja yang ia kunjungi selama di Indonesia
selain Kalimantan. Ia bilang pernah ke Jakarta, sekitarnya dan Bali. Namun ia
belum pernah ke Aceh.
“Wah, di Aceh juga ada
tempat yang indah seperti Bali, nama tempatnya Sabang” ucapku.
“oh iya?” ia merespon
dengan semangat.
“Iya, bahkan masih
sangat natural, karena belum sepadat Bali” jelas Pocut di sampingku. Selebihnya
hanya hening. Aku yang duduk di samping jendela asyik menikmati pemandangan di
luar. Pocut juga begitu. Ia mengarahkan kameranya keluar, menangkap beberapa
sudut kota Osaka yang padat merayap. Gedung tinggi dimana-mana, jarang terlihat
pepohonan. Kota Osaka memang terkenal metropolis.
Sampai juga kami di eki
(stasiun) Shin-Osaka. Aki-san merasa lapar dan mengajak kami makan bersama.
Kami menolak dengan alasan masih kenyang. Ternyata ia tahu kami bingung soal
makanan, ia mengerti soal makanan halal. Ia lalu pergi mencari makan sendiri
sedangkan kami menunggu di waiting room untuk pemberangkatan ke stasiun
selanjutnya. Beberapa orang dengan kostum kantoran terlihat sibuk baca koran.
Adapula yang sedang makan bento. Atau beberapa pelajar asing seperti kami. Dan kakek
nenek tua yang hanya duduk sambil menerawang kesana kemari.
Aki-san kembali dan
bergabung bersama kami. Ia hanya perlu naik taksi untuk sampai di apartemennya.
Tapi ia memilih menunggu sebentar bersama kami hingga berangkat. Ia seperti
mengerti kekhawatiran kami. Ia meminta beberapa sepasang obasan (bibi) dan
ojisan (paman) untuk mengingatkan kami jika sudah sampai di Fukui. Mereka
terlihat mau membantu. Densha pun tiba, kami berpisah di bibir pintunya. Ia
mengatakan kalau suatu saat mampir lagi ke Osaka, jangan sungkan-sungkan untuk
menghubunginya. Ia memberi bungkusan kecil berisi roti yang dibelinya tadi. Sebagai snack di perjalanan. Kami tak perlu khawatir karena dia mengerti makanan halal. Lalu kami mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya dan menyerahkan cinderamata gantungan rencong Aceh satu
padanya. Ia senang sekali. Arigatou
gozaimasu Aki-san, nice to meet you. You are such a really kind man. Want to meet
you soon in another day.J
Sekilas pria ini terlihat biasa saja. tapi siapa sangka ia 'sugoi' dan baik sekali. Aki-san namanya. |
Perjalanan ke
Fukui-Station sekitar 2 jam. Sepasang paman dan bibi tadi terlihat sibuk
mewanti-wanti kami dengan berbicara pada seorang kondektur. Membantu
menyampaikan agar kami diturunkan di Fukui-Station. Di akhir, paman itu menyapa
kami, dan menyuruh kami mengecek jam agar tidak lewat nantinya. Hmm. Bertemu lagi
dengan orang baik, alhamdulillah, batinku. Ia pun kembali ke tempat duduknya di
bagian depan.
Selanjutnya, kami
kembali menikmati pemandangan luar yang lebih sejuk sekarang. Terlebih saat
melewati Tsuruga dan Kyoto, kota tradisional di Jepang. Aaaa, itu tempat
favoritku di Jepang. Aku akan kembali lagi suatu saat nanti, tekadku.
Pemandangannya itu... membuat lelah ini... hilang sejenak. Andai aku punya
kamera, aku akan mengabadikan objek apapun. Makanya dari sekarang aku ingin
berhemat agar cepat-cepat punya kamera bagus. Tapi untung juga ada kamera
Pocut, jadinya semua tidak terlewatkan begitu saja. Pocut sempat tertidur
beberapa saat. Sedangkan aku, walaupun mata merayu sayu tapi tetap kuusahakan membuka
dan enggan berpaling dari menatap setiap sudut-sudut. Ternyata Kyoto dekat
dengan laut juga. Kawai desu ne!
Kyoto, kota idaman |
Saat hampir tiba di
tujuan, kami langsung menuju pintu keluar. Menenteng tas-tas dan koper overload
kami. Setelah keluar kami menghubungi Mr. Hayashi lagi. Lalu mencari-cari
taksi. Oia, sekarang disini sedang musim panas. Tapi udara di Fukui lebih sejuk
daripada Osaka. Walaupun cuaca cerah, tapi angin bertiup pelan. Mungkin juga
karena mau peralihan ke musim gugur, jadi suhunya menurun. Aaa.. Fukui juga tak
kalah cantik. Kota ini setengah Kyoto dan Osaka. Gedung dan penghijauan
seimbang, ideal. Love it ^_^
Fukui station |
Akhirnya dapat juga
taksi yang dikemudikan seorang bapak tua. Beliau juga sangat ramah. Waktu kami
bilang dari Indonesia, beliau mengangguk semangat. Ia penasaran apakah
Indonesia sepanas ini. Dengan vocab jepang pas-pasan kami menyangkal, udara
disini lebih samui (dingin), nyaman sekali. Dan tibalah kami di gerbang Fukui
Daigaku. Alhamdulillah...
*rasa takut di awal
sedikit demi sedikit sirna, dikarenakan aku bertemu orang-orang baik. Aku
semakin optimis untuk menyalakan impianku disini. Semoga Allah mudahkan. Ganbatte
ne! ^_^
*Photographs: Pocut
Shaliha Finzia
Awesome Fukui Daigaku |
seruuuuu ceritanya..
BalasHapuskenapa nggak kasih kue Bhoi ke Aki-sa?
hehehe
Pocut pake kamera apa? bening kali gambarnya..
haha, kalo bawa bhoy, ancur smpe sini bg.
BalasHapuspake kamera dslr dia bg :)
Ayoo kaak.. di rapel terus cerita selanjutnya, banyak yang nungguin tuu.. ehehee.. Sugoii desu ne! ;) :)
BalasHapussiip.. in Shaa Allah :)
Hapusすごい :)
BalasHapusDoumo, wendi-san :)
HapusSeru yaa Isra-san, negeri impian kami sejak kecil.. huhu. Semoga semoga, hihi. ganbatte :>)
BalasHapushehe, alhamdulillah kak.. Ayo, nyusul kami kak :D
Hapuswah, senangnya.
BalasHapusPerjalanan yang mengesankan isra :)
iya bg ibnu.. Lingkungannya nyaman, orangnya juga ramah2. yokatta! :)
HapusSeru ceritanya :)
BalasHapusbtw model rambut aki-san keren 8-)
haha.. kalo keren, rambutmu buat model gitu aja ya :-s
Hapushahaha.. gaperlu. kalau aslan cuma pake shampoo kok :>)
Hapusapa juga keren -_-
Hapus